Sebagai Mahasiswa Teknik, Haruskah Aku Bangga Telah Menciptakan Senjata?
Sebagai mahasiswa teknik, kita diajarkan banyak hal: menghitung beban, merancang sistem, menciptakan solusi dari permasalahan nyata, dan menggunakan teknologi untuk membantu kehidupan manusia. Namun, ada satu dilema yang sering muncul diam-diam, membayangi di antara rumus dan proyek akhir semester: bagaimana jika karya kita justru digunakan sebagai senjata? Apakah kita masih boleh bangga?
Teknik adalah pisau bermata dua. Di satu sisi, ia membuka jalan menuju kemajuan: jembatan yang kokoh, kendaraan ramah lingkungan, robot penyelamat bencana, atau sistem pembangkit energi terbarukan. Namun di sisi lain, teknik juga bisa digunakan untuk menciptakan alat perusak, dari bom pintar hingga drone militer. Dan di titik ini, hati nurani mulai ikut bicara.
Banyak mahasiswa teknik, terutama yang memiliki keahlian dalam bidang mekatronika, robotika, atau rekayasa perangkat lunak, suatu saat akan bersentuhan dengan proyek-proyek yang digunakan dalam bidang pertahanan. Terkadang, tanpa sadar, teknologi yang kita rancang bisa menjadi bagian dari sistem yang lebih besar yang digunakan untuk tujuan militer. Pertanyaannya: ketika kontribusi kita digunakan untuk melukai orang lain, apakah kita tetap bisa bangga?
Kebanggaan dalam menciptakan sesuatu adalah hal yang wajar. Itu adalah hasil dari kerja keras, riset panjang, dan dedikasi. Namun, kebanggaan itu tidak boleh menutup mata terhadap dampaknya. Kita perlu peka, bahwa teknologi bukan sekadar alat, tapi juga memiliki nilai moral tergantung pada bagaimana dan untuk apa ia digunakan.
Bukan berarti semua yang berbau pertahanan itu buruk. Dalam beberapa kasus, sistem pertahanan dibutuhkan untuk menjaga kedaulatan dan melindungi warga negara. Namun, batas antara perlindungan dan agresi bisa menjadi sangat tipis. Dan di sinilah pentingnya kesadaran kita sebagai calon insinyur: untuk bertanya bukan hanya “bisakah ini dibuat?”, tetapi juga “untuk siapa dan untuk apa ini dibuat?”
Sebagai mahasiswa teknik, kita punya tanggung jawab etis. Kita bukan hanya pembuat alat, tapi juga bagian dari masyarakat yang akan terdampak oleh alat tersebut. Kita tidak bisa lepas tangan hanya karena kita “hanya menjalankan perintah” atau “hanya membuat desain”. Setiap komponen yang kita rancang, setiap baris kode yang kita tulis, punya konsekuensi.
Jadi, haruskah kita bangga jika berhasil menciptakan senjata?
Jawabannya tidak hitam putih. Kebanggaan boleh ada, jika penciptaan itu disertai kesadaran dan tanggung jawab. Namun, kita juga perlu refleksi—apakah kebanggaan itu lebih besar daripada dampak yang mungkin ditimbulkan oleh ciptaan kita?
Di era teknologi yang serba cepat ini, dunia sangat membutuhkan insinyur yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijak. Yang mampu menimbang manfaat dan risiko dari karyanya. Yang tahu bahwa keberhasilan sejati bukan hanya tentang membuat sesuatu yang canggih, tapi juga sesuatu yang membawa kebaikan.
Akhirnya, menjadi mahasiswa teknik bukan hanya tentang menyelesaikan soal dan proyek, tapi juga tentang belajar menjadi manusia yang utuh—yang berpikir, merasa, dan bertanggung jawab atas apa yang ia ciptakan.
Komentar
Posting Komentar